**Tingkatkan Indeks Kesehatan, Tuntaskan Program Jamban Sehat
Hari pertama menjadi Kepala Dinas Kesehatan, Muhammad Sofyan SH MH tampak lebih sumringah. Kendati tidak memiliki latar belakang kesehatan, birokrat yang akrab disapa Opang ini cukup pede untuk membawa dinas lebih baik lagi.
OPANG memang dikenal sebagai pembelajar cepat. Beberapa kali berputar dan memimpin OPD yang berbeda. Setelah pisah sambut, ia langsung bekerja untuk meningkatkan indeks kesehatan di Kabupaten Cirebon yang selama ini masih diam di tempat.
Mantan Kepala Disperindag Kabupaten Cirebon itu menuturkan, dengan kemampuan managerialnya dan jam terbang memimpin beberapa OPD di Kabupaten Cirebon, optimis mampu meningkatkan indeks kesehatan untuk mengangkat indeks pembangunan manusia (IPM) di Kabupaten Cirebon.
“Saya optimis bisa meningkatkan indeks pembangunan manusia melalui indeks kesehatan,” tuturnya.
Ia mengaku, akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaiakan segala persoalan dan pekerjaan rumah di Dinkes yang selama ini belum tuntas.
Salah satunya, ia ingin menuntaskan persoalan minimnya jamban sehat dimana masih banyak masyarakat yang harus membuang hajat di sungai dan pekarangan. “Ini harus kita selesiakan, karena tidak efisien membuat kesehatan msyarakat menjadi terganggu dan mengganggu lingkungan,” terangnya.
Selain itu, Kepala Bidang Bina Perilaku Bina dan Penyehatan Lingkungan Juju Hermanto membenarkan baru ada sebanyak 50 desa yang sudah menjalankan program jamban sehat. “Sisanya dari 424 desa dan kelurahan sebanyak 374 memiliki sanitasi kurang baik,” katanya.
Dia menyatakan, 50 desa yang berhasil mengubah perilakunya menjadi peduli kesehatan. Itupun terbilang lambat mengingat capaian 50 desa dengan jamban sehat itu dilakukan dalam kurun waktu lima tahun.
Jika setiap tahun hanya berhasil mengubah 10 desa, berarti memerlukan waktu 37 tahun untuk membuat Kabupaten Cirebon bebas sanitasi buruk.
Lanjut Juju, pencapaian 50 desa dengan jamban sehat, bukan semata dari bantuan pemerintah melainkan hasil arisan jamban. “Masyarakat mengumpulkan dana membuat jamban. Pemerintah hanya bisa menambah 10-20%, itu pun bukan dalam bentuk dana dan itu hanya sebatas stimulant untuk merangsang masyarakat dalam membuat jamban sehat,” paparnya.
Juju menceritakan, masih banyak ditemukan jamban yang berjarak kurang dari 10 meter meter dari sumber air, bahkan ada pula yang berjarak 3 meter.
Selain itu, pembuangan limbah jamban tidak melalui septic tank namun langsung ke sungai. “Ini apa bedanya dengan jamban di sungai,” bebernya.
Menurutnya, kategori jamban sehat di antaranya jarak sumber air dengan septic tank minimal 10 meter, tidak mengeluarkan bau, limbah jamban tidak mencemari tanah sekitar, dilengkapi dinding kedap air, ventilasi mencukupi dan cukup penerangan.
“Wilayah yang paling buruk sanitisanya di daerah pesisir dan ini juga yang sedang kami pikirkan bersama,” ucapnya.
Ditambahkannya, lebih parah terdapat 112.199 rumah di Kabupaten Cirebon tidak memliki jamban. Perilaku tanpa mempedulikan kesehatan masih dilakukan masyarakat, seperti buang air besar di kebun, kolam hingga sungai.
Padahal air sungai yang digunakan sebagai media pembuangan, mereka konsumsi kembali untuk kebutuhan sehar-hari. “Dari mulai mencuci pakaian hingga mandi ini kita harus carikan solusinya,” katanya.
Biaya untuk membuat jamban itu kata Juju berkisar Rp950 ribu sampai Rp 1 juta. “Pemerintah hanya bisa memaksimalkan dana seadanya, sekitar sepuluh sampai dua puluh persen, atau sekitar Rp 100.000-200.000 tapi bukan uang, melainkan barang,” pungkasnya.
Hari pertama menjadi Kepala Dinas Kesehatan, Muhammad Sofyan SH MH tampak lebih sumringah. Kendati tidak memiliki latar belakang kesehatan, birokrat yang akrab disapa Opang ini cukup pede untuk membawa dinas lebih baik lagi.
OPANG memang dikenal sebagai pembelajar cepat. Beberapa kali berputar dan memimpin OPD yang berbeda. Setelah pisah sambut, ia langsung bekerja untuk meningkatkan indeks kesehatan di Kabupaten Cirebon yang selama ini masih diam di tempat.
Mantan Kepala Disperindag Kabupaten Cirebon itu menuturkan, dengan kemampuan managerialnya dan jam terbang memimpin beberapa OPD di Kabupaten Cirebon, optimis mampu meningkatkan indeks kesehatan untuk mengangkat indeks pembangunan manusia (IPM) di Kabupaten Cirebon.
“Saya optimis bisa meningkatkan indeks pembangunan manusia melalui indeks kesehatan,” tuturnya.
Ia mengaku, akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaiakan segala persoalan dan pekerjaan rumah di Dinkes yang selama ini belum tuntas.
Salah satunya, ia ingin menuntaskan persoalan minimnya jamban sehat dimana masih banyak masyarakat yang harus membuang hajat di sungai dan pekarangan. “Ini harus kita selesiakan, karena tidak efisien membuat kesehatan msyarakat menjadi terganggu dan mengganggu lingkungan,” terangnya.
Selain itu, Kepala Bidang Bina Perilaku Bina dan Penyehatan Lingkungan Juju Hermanto membenarkan baru ada sebanyak 50 desa yang sudah menjalankan program jamban sehat. “Sisanya dari 424 desa dan kelurahan sebanyak 374 memiliki sanitasi kurang baik,” katanya.
Dia menyatakan, 50 desa yang berhasil mengubah perilakunya menjadi peduli kesehatan. Itupun terbilang lambat mengingat capaian 50 desa dengan jamban sehat itu dilakukan dalam kurun waktu lima tahun.
Jika setiap tahun hanya berhasil mengubah 10 desa, berarti memerlukan waktu 37 tahun untuk membuat Kabupaten Cirebon bebas sanitasi buruk.
Lanjut Juju, pencapaian 50 desa dengan jamban sehat, bukan semata dari bantuan pemerintah melainkan hasil arisan jamban. “Masyarakat mengumpulkan dana membuat jamban. Pemerintah hanya bisa menambah 10-20%, itu pun bukan dalam bentuk dana dan itu hanya sebatas stimulant untuk merangsang masyarakat dalam membuat jamban sehat,” paparnya.
Juju menceritakan, masih banyak ditemukan jamban yang berjarak kurang dari 10 meter meter dari sumber air, bahkan ada pula yang berjarak 3 meter.
Selain itu, pembuangan limbah jamban tidak melalui septic tank namun langsung ke sungai. “Ini apa bedanya dengan jamban di sungai,” bebernya.
Menurutnya, kategori jamban sehat di antaranya jarak sumber air dengan septic tank minimal 10 meter, tidak mengeluarkan bau, limbah jamban tidak mencemari tanah sekitar, dilengkapi dinding kedap air, ventilasi mencukupi dan cukup penerangan.
“Wilayah yang paling buruk sanitisanya di daerah pesisir dan ini juga yang sedang kami pikirkan bersama,” ucapnya.
Ditambahkannya, lebih parah terdapat 112.199 rumah di Kabupaten Cirebon tidak memliki jamban. Perilaku tanpa mempedulikan kesehatan masih dilakukan masyarakat, seperti buang air besar di kebun, kolam hingga sungai.
Padahal air sungai yang digunakan sebagai media pembuangan, mereka konsumsi kembali untuk kebutuhan sehar-hari. “Dari mulai mencuci pakaian hingga mandi ini kita harus carikan solusinya,” katanya.
Biaya untuk membuat jamban itu kata Juju berkisar Rp950 ribu sampai Rp 1 juta. “Pemerintah hanya bisa memaksimalkan dana seadanya, sekitar sepuluh sampai dua puluh persen, atau sekitar Rp 100.000-200.000 tapi bukan uang, melainkan barang,” pungkasnya.
0 comments:
Post a Comment