Panitia Pilwu Serentak Siap Jemput Bola

GUNUNGJATI – Memasuki hari keempat pendaftaran bakal calon (Balon) kuwu, Desa Klayan Kecamatan Gunungjati masih sepi, belum ada satupun calon yang sudah mendaftarkan diri, kemarin (31/7/15).
Seksi penyaringan dan penjaringan Desa Klayan, Harun pada saat ditemui di ruang kerjanya mengatakan, belum adanya balon yang mendaftar, bisa dikarenakan berbagai hal. Salah satunya bisa disebabkan banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi. 
“Sedikitnya ada 17 persyaratan yang harus dipenuhi, ada salah satu yang cukup sulit. Seperti surat keterangan dari pengadilan yang menyatakan belum pernah mendapat hukuman pidana,” terangnya Rakcer.
Dikatakan, selain banyaknya persyaratan yang harus dilengkapi. Biasanya balon, kata dia, akan memperhitungkan lawan-lawannya, oleh karena itu hingga kini masih saja budaya saling tunggu dalam mendaftarkan diri dalam pemilihan apapun. 
“Calon biasanya melihat, siapa nih yang akan maju. Biasanya di masa-masa injuri time ramainya,” tandasnya.
Lebih jauh, Harun menyatakan, jika pada hari keempat pendaftaran, masih belum ada calon yang datang. Pihaknya akan mendatangi tiap rt, untuk menanyakan apakah ada calon yang ingin mendaftar atau tidak.   
"Kita akan jemput bola jika pada hari keempat belum ada yang daftar," tuturnya.
Disinggung soal pembiayaan serta jumlah daftar pemilih sementara, dikatakan Supriyatna, untuk memenuhi kebutuhan saat ini, pihaknya masih menggunakan dana pribadi. "Untuk memenuhi kebutuhan pilwu, kita patungan. Karena DD belum cair. Untuk DPS sendiri jumlahnya 6466," terangnya.
Diketahui, alokasi anggaran yang disedikan pemerintah untuk pilwu di Desa Klayan sebesar Rp67.500.000, anggaran tersebut berasal dari bantuan bupati dan dimasukan kedalam pos ADD, persayaratan untuk mencairkan sendiri, lanjutnya, harus sudah menyelesaikan APBDes terlebih dahulu.
Seksi Dokumentasi dan Perlengkapan, Supriyatna menambahkan, pendaftaran akan ditutup pada 7 Agustus nanti hingga jam kerja usai. “Jika ada yang mendaftar di menit-menit akhir tetap akan terima,” terangnya.
Dikatakan, pihaknya akan melakukan seleksi yang ketat, apabila ditemui ada balon yang persyaratannya kurang, maka akan dikembalikan kembali.


Kekeringan Tak Pengaruhi Stok Pangan

SUMBER- Kekeringan berkepanjangan membuat puluhan ribu hektare lahan tidak ditanami padi. 
Dinas Pertanian Perkebunan Peternakan dan Kehutanan (Distanbunakhut) Kabupaten Cirebon mencatat dari 46 ribu lahan produktif hanya 23 ribu hektar lahan yang ditanami pada musim tanam kedua ini. 
Bahkan, dari 23 ribu hektare yang ditanami, dipastikan 8 ribu hektare akan mengalami gagal panen.
Hal ini diungkapkan Sekretaris Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan (Distanbunakhut) Kabupaten Cirebon, H Muhidin, kemarin (31/7), saat ditemui di ruang kerjany.
“Berarti yang ditanami pada musim tanam kedua ini hanya setengahnya. Bahkan dari luas lahan yang ditanami 8 ribu hektare dipastikan gagal panen, lantaran tidak ada air,” terang Muhidin.
Dikatakan Muhidin, dalam masa tanam kedua ini bisa disebut gagal, mengingat setengah lebih lahan produktif yang ada mengalami gagal panen. 
Belum lagi kalau kemarau di tahun ini cukup banyak, maka lahan puso masih bisa bertambah lagi.
“Area sawah yang kekeringan ini, ada yang baru ditanami satu bulan. Bahkan ada juga yang tinggal memanen saja, namun lantaran tidak ada air, pertumbuhan padi terhambat dan mati,” tandasnya.
Saat disinggung banyaknya lahan yang mengalami gagal panen akan mempengaruhi ketersediaan pangan di Kabupaten Cirebon, dikatakan Muhidin, masyarakat tidak perlu khawatir terkait hal itu. 
Sampai saat ini, sebutnya, stok pangan yang tersedia saat ini masih bisa untuk sampai Januari nanti.
“Stok masih bisa mencukupi, asal untuk Kabupaten Cirebon saja. Dengan kekeringan ini, maka kita tidak bisa memenuhi kebutuhan daerah lain,” imbuh dia.
Menurut Muhidin, baik pemerintah maupun petani hanya bisa pasrah. Alternatif untuk mengatasi masalah kekurangan air, katanya, dengan dibukanya Waduk Jatigede yang saat ini masih menjadi perdebatan.
“Kita tidak bisa berbuat banyak, kalau dengan sumur pantek tanah kita tidak sesuai. Sedangkan jika membuat embung lahannya tidak ada, jadi ya kita tunggu air dari Waduk Jatigede,” paparnya.

Polsek Arjawinangun Sita Ratusan Botol Miras

ARJAWINANGUN- Polsek Arjawinangun berhasil menyita ratusan botol miras berbagai merek dan jenis dalam razia penyakit masyarakat, Jumat (31/7).
Razia yang dilakukan Polsek Arjawinangun selama bulan Ramadan terkait antisipasi maraknya peredaran miras menjelang dan sesudah bulan ramadhan.
Disampaikan Kapolres Kabupaten Cirebon AKBP Chiko Arwiatto melalui Kapolsek Arjawinangun Kompol Lestiawan, razia pekat tersebut dilakukan untuk menciptakan kamtibmas yang kondusif pada sebelum lebaran kemarin dan setelah lebaran seperti sekarang.
“Atas petunjuk atasan kami melakukan razia pekat dan berhasil mengamankan ratusan botol miras dari berbagai jenis dan merek,” jelasnya
Dalam razia tersebut, anggota Polsek Arjawinangun telah mengamankan ratusan botol miras yang terdiri dari 370 botol miras jenis gingseng, 210 botol miras merek asoka dan 52 botol miras merek anggur orang tua. Selain itu, dalam operasi tersebut anggota Polsek Arjawinangun juga telah mengamankan 40 jeriken tuak dan 60 knalpot bising.
Menurut Lestiawan, sebagian besar botol miras tersebut didapatnya dari salah satu warung milik BO (55) yang berolaksi di Jalan Pantura Arjawinangun. 
Dikatakanya, keberhasilan anggota Polsek Arjawinangun tersebut merupakan hasil dari pengamatan anggota polsek yang memang peredaran miras banyak terjadi sebelum dan setelah lebara.
“Ratusan botol miras tersebut kami dapatkan dari pedagang yang memang sering kami razia. Padahal oknum pedagang tersebut sudah kami sering kenakan tipiring tetapi masih membandel dengan masih menjual miras,” ungkapnya.
Lestiawan mengatakan, razia pekat tersebut juga terkait akan diselenggarakannya pemilihan kuwu serentak di kabupaten Cirebon. Oleh karena itu, untuk menciptakan suasana kamtibmas yang kondusif menjelang pemilihan kuwu pihaknya akan terus melakukan kegiatan yang serupa. 
Dia juga mengimbau kepada seluruh masyarakat agar segera mungkin melaporkan ke pihak kepolisian jika melihat indikasi adanya pedagang miras yang masi beroperasi dan juga penyakit masyarakat lainnya seperti perjudian.
“Kami meminta kepada seluruh masyarakat agar jangan segan-segan melaporkan terkait adanya pedagang miras atau pengiriman miras serta indikasi penyakit masyarakat lainnya yang sangat mengganggu kamtibmas dalam masyarakat,” ujarnya.

Soal BPJS Haram, Dinkes Kota Tolak Fatwa MUI

KESAMBI- Fatwa MUI Terkait haramnya sistem BPJS Kesehatan masih menuai pro dan kontra.  
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cirebon menyatakan tidak sepakat terkait fatwa MUI yang mengharamkan program BPJS Kesehatan belum lama ini.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon Edy Sugiarto menegaskan, prinsip utama BPJS Kesehatan adalah gotong-royong dan menggunakan konsep nirlaba.
Artinya, kata Edi, secara tidak langsung peserta BPJS kesehatan saling membantu sesama peserta melalui premi dengan biaya yang murah.
“Di Indonesia hanya program BPJS yang paling bagus ketimbang program yang lain karena yang sehat membiayai yang sakit. Beda dengan asuransi swasta yang semakin parah sakitnya, pembayaran premi justru semakin besar,” tegas Edy kepada Rakcer, Jumat(31/7).
Dia menegaskan, secara nasional BPJS selalu mengalami kerugian mencapai Rp1,5 triliun per bulan. Hal itu terjadi, karena kebanyakan membiayai orang sakit, baik masuk kualifikasi sakit berat maupun ringan.
Edy pun menganggap fatwa itu keliru, terlebih program yang memegang prinsip gotong-royong itu secara tidak langsung mengajak masyarakat untuk beramal.
“Misalnya si A sakit dan harus cuci darah, dan si A dibantu oleh 80 peserta BPJS yang masih sehat untuk membiayai cuci darahnya itu. Lalu di mana letak ribanya?” tegasnya.
Menurutnya, ulama-ulama yang ada di MUI kurang input dan pengetahuan mengenai BPJS kesehatan. Pihaknya tetap tidak setuju dengan fatwa MUI yang mengharamkan BPJS Kesehatan.
Edi menilai ada kekeliruan dari pihak MUI menilai BPJS. Edi menganggap bahwa MUI terlalu menyamakan BPJS dengan asuransi yang konvensional. 
Padahal, jelas Edi, BPJS dan asuransi konvensional punya perbedaan yang mendasar.
“Saya pribadi tidak setuju dengan fatwa itu, kalau asuransi konvensional memang saya akui tidak syariah karena tidak menjamin uang kembali jika tidak ada klaim. Namun BPJS itu adalah sistem gotong royong antar sesama warga Indonesia, jadi yang sehat bisa membantu menyembuhkan yang sakit,” papar Edi.
Edi menilai, BPJS merupakan program terbaik dari pemerintah di sektor kesehatan. Perhitungan angsuran premi pun tidak ‘mencekik’ seperti halnya asuransi konvensional. 
“Jika asuransi biasa, semakin berat sakitnya, semakin mahal preminya, jika BPJS tidak begitu. Mau kita cuci darah sekalipun preminya tetap Rp25 ribu,” jelas Edi.
Adanya program BPJS ini, lanjut Edi, bisa menolong lebih banyak orang sakit. Dalam kalkulasi BPJS, sebut Edi, satu orang sakit itu akan dibantu oleh sekitar 80 orang sehat lainnya di Indonesia melalui program BPJS.
“Artinya sistem itu luar biasa menolong, meski setahu saya pemerintah melalui BPJS itu rugi sekitar Rp1,5 triliun setiap bulannya. Artinya BPJS itu nirlaba atau tidak menguntungkan satu atau dua pihak semata, saya jelas tidak setuju dengan pendapat MUI dari perspektif tersebut,” papar Edi.

Siswa Titipan Kebijakan dari Disdik



**Penambahan Rombel di SMA Negeri 1 Sebanyak 7 Kelas 

KEJAKSAN- Jumlah siswa titipan dan penambahan rombongan belajar (rombel) di sekolah tidak karuan.
Pantauan wartawan koran ini di SMA Negeri 1 Cirebon misalnya, penambahan rombongan belajar sampai 7 kelas, dari  9 menjadi 16 kelas. Padahal sebelumnya, pihak sekolah mengaku penambahan rombel hanya 4 kelas. 
“Kita buat menjadi 16 kelas. Per kelasnya diisi 42 murid. Penambahan kita menggunakan 3 laboratorium, aula di sekat menjadi 2 kelas dan ruangan multimedia,” ujar Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Kota Cirebon, Totong Muslihat kepada Rakcer, Jumat (31/7).
Totong mengaku tidak bisa berbuat apa-apa terkait banyaknya siswa titipan dan membengkaknya jumlah rombongan belajar (rombel).
”Kalau sekolah menerima murid sesuai dengan kuota pada saat PPDB Online. Akan tetapi, untuk penambahan siswa datangnya dari Dinas Pendidikan Kota Cirebon,” aku Totong.
Ditegaskan Totong, dirinya menyediakan ruang itu untuk mengantisipasi kiriman siswa dari Disdik. “Mau nolak bagaimana, kebijakan ada di Dinas Pendidikan,” ujarnya.
Totong tidak bisa berbuat banyak ketika dilontarkan berbagai pertanyaan oleh wartawan mengenai membludaknya jumlah siswa. 
Pasalnya SMA favorit yang mengandalkan nilai ini menjadi sekolah yang paling parah dalam penerimaan siswa titipan dari jalur gakin. 
Pihaknya, tegas Totong, hanya sebagai pelaksana dan hanya  melaksanakan saja.
“Silakan ke Disdik, kita hanya pelaksana. Kita menerima sesuai rombel, kelebihan siswa kirimian dari Disdik,” ucapnya.
Sementara itu, SMP Negeri 5 kota Cirebon, yang merupakan salah satu SMP favorit juga mengalami mengalami kiriman siswa. Pantauan Rakcer, di SMP 5 kuota sebanyak 251 menjadi 385 siswa, ada penambahan sekitar 3 kelas. Pihak sekolah terpaksa menggunakan ruang pramuka, OSIS dan Kader Kesehatan Remaja.
Kepala sekolah SMP 5 Kanti Rahayu, ketika didatangai wartawan sempat mengelak dan menolak ketika dimintai keterangan terkait PPDB. 
Namun akhirnya dengan sedikit nada bicara yang tersendat-sendat, sedikit memberikan konfirmasi. “No comment, langsung ke Disdik saja konfirmasinya, semuanya sudah dilaporkan ke Disdik,” ucapnya singkat. 
Terpisah, Wakil Sekolah Bidang Kesiswaan SMP 5 Kota Cirebon, Maman Suryaman mengakui, penambahasn siswa yang akhirnya melebihi rombel datangnya dari Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Cirebon. 
Pihaknya hanya, sebut Maman, sebagai pelaksana dan berusaha melayani dengan maksimal.
“Penambahan datangnya dari dinas, kami hanya berusaha melayani dengan maksimal. Mau gimana lagi, kalau keinginan sih sebetulnya semua sekolah negeri ingin sesuai dengan rombel, tapi mau gimana,  kami tidak punya kebijakan,” tukasnya. 
Ketika wartawan koran ini ingin menghubungi ketua Pelaksana PPDB Online 2015 serta Kepala Disdik Kota Cirebon, tidak ada jawaban.
Pantauan wartawan koran ini, jumlah rombongan belajar SMP Negeri 1 Cirebon  yang semula 12 kelas menjadi 14 kelas dengan rata-rata murid 42 dalam satu kelas.  Sedangkan, SMA Negeri 6 yang semula 11 kelas menjadi 14 jelas, dengan rata-rata murid 41 dalam satu kelas. 
SMA 2 yang semula 9 kelas menjadi 11 Kelas, dengan rata-rata murid 42 dalam satu kelas. Terparah terjadi di SMA Negeri 1, yang semula 9 kelas menjadi 17 Kelas, dengan rata-rata murid 42 dalam satu kelas.

Raperda Tibum


Raperda Tibum Cantumkan Zona Lintasan Becak
**Banyak Pelanggaran Rambu Lalu Linta, Disbub Diminta Bertindak

KEJAKSAN– Kinerja Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi (Dihubinkom) Kota Cirebon mendapatkan sorotan dari DPRD Kota Cirebon.
Selain masih banyaknya becak yang melintas di Jalan Siliwangi pada jam larangan, kendaraan pribadi juga masih banyak yang parkir di sepanjang jalan protokol tersebut meskipun rambu larangan parkir sudah terpasang.
Pantauan Rakcer, Jum’at (31/7), becak nampak santai melintas di Jalan Siliwangi pada jam larangan. Padahal, rambu larangan masih terpasang di pintu masuk jalan Siliwangi.
Begitu juga rambu larangan parkir yang masih saja dilanggar oleh pengguna jalan. 
Bahkan, di depan Gedung DPRD Kota Cirebon pun masih ada saja mobil yang parkir walaupun rambu larangan parkir berada tepat di depannya.
Kondisi ini mengundang kritikan dari anggota Komisi A DPRD Kota Cirebon, Ruri Tri Lesmana. Menurutnya, rambu yang sudah terpasang harus dipatuhi oleh semua masyarakat tanpa terkecuali.
“Ya memang harusnya dipatuhi. Untuk apa rambu dipasang kalau memang bukan utuk dipatuhi,” ujarnya.
Dijelaskan Ruri, pihaknya mempertanyakan kinerja petugas lapangan Dishubinfokom Kota Cirebon. Sebagai leading sector, Ruri menegaskan, seharusnya Dishub melakukan tindakan tegas kepada para pelanggar.
“Kemana para petugs Dishub di lapangannya kalau begini. Itu kan tugas dan wewenang mereka untuk melakukan penindakan karena memang tupoksinya seperti itu. Kalau kejadian ini masih terus berlangsung, bisa dikatakan petugas Dishub tidak bekerja dengan baik dong,” sindirnya.
Ruri menyebutkan, diperlukan ketegasan dari pimpinan daerah untuk memantau kinerja bawahannya. 
Dia juga mempertanyakan fungsi dari rambu lalu lintas yang terpasang sepanjang jalan Siliwangi.
“Penindakannya seperti apa sudah memang rambu-rambu tuh. Apa itu cuma hiasan saja dipasang? Kalau memang mengembalikan ke fungsinya, ya sudah lakukan penindakan kepada pengguna jalan yang melanggar,” tandasnya.
Sementara itu, anggota komisi A lainnya, Yayan Sopyan menyatakan, pihaknya masih akan terus membahas rancangan peraturan daerah tentang ketertiban umum. 
“Ya memang kita akan terus membahasnya karena selama ini tidak jelas becak boleh melintas dan dilarang melintas dimana saja. Itu yang masih akan kita dalami di dalam rapat pansus,” terangnya.
Selain pengaturan zona lintasan, Yayan juga mengemukakan akan menyantumkan aturan tegas dalam perda tibum.
“Kalau ada becak yang masih melintas di wilayah yang dilarang, maka dipersiapkan juga sanksinya seperti apa. Karena becak juga menjadi salah satu penyebab kemacetan dan banyak juga tukang becak yang seenaknya melintas,” pungkasnya.

Cabai Turun, Harga Daging Masih Tinggi


PABUARAN – Meskipun Lebaran telah berlalu, namun harga daging sapi, kambing dan ayam di sejumlah pasar tradisional masih tinggi.
Pantauan Rakcer di pasar tradisional yang ada di wilayah Cirebon Timur (WTC), harga daging sapi Rp120.000 per kilogram. Padahal, harga normalnya Rp100.000 per kilogram. Sementara, harga daging kambing Rp110.000 per kilogram dari harga harga normal Rp 85-90 ribu rupiah per kilogram. Harga daging ayam sendiri masih Rp35.000 per kilogram dari harga normal yang biasanya hanya antara Rp 25-28 ribu rupiah per kilogram.
Salah seorang pedagang daging ayam di Pasar Sindanglaut, Nur, mengungkapkan, harga daging ayam, daging sapi, dan daging kambing masih terlalu tinggi. Penyebabnya, masih tingginya permintaan pasar membuat stok daging mengalami kekurangan.
“Harga daging masih tinggi, karena musim orang hajat, jadi stok di agennya juga terbatas, makanya mahal,” ungkap Nur kepada Rakcer, Jumat (31/7).
Berbeda dengan harga daging, beberapa harga bahan-bahan kebutuhan pokok atau sembako di pasar-pasar tradisional tersebut malah mengalami penurunan yang hanya kisaran 200-500 rupiah saja.
Di antaranya ialah beras yang semula Rp9.500 per kilogramnya menjadi Rp9.000 per kilogram, telur ayam yang semula Rp20.000 per kilogram menjadi Rp19 500 per kilogram. Sementara gula pasir tidak mengalami penurunan yakni Rp12.000 per kilogram, dan gula merah masih tetap Rp13.000 per kilogram.
Salah satu pedagang beras di Pasar Tradisional Pabuaran, Alfiah (40) hal tersebut disebabkan karena jumlah konsumen yang banyak  mengalami penurunan. Dikarenakan pemudik yang pulang kampung telah kembali lagi ke perantauannya. 
“Penurunan ini mungkin disebabkan karena permintaan konsumen menurun, makanya harga juga turun meski tidak terlalu banyak penurunannya,” jelasnya.
Sedangkan, harga cabai pasca lebaran tahun ini telah mengalami penurunan yang sangat besar, yakni dari haraga yang saat Lebaran mencapai ke angka 70 ribu rupiah per kilogram. Khususnya, cabai merah dan cabai rawit, sekarang menjadi Rp 16 ribu per kilogram untuk cabai merah, dan Rp 30 ribu rupiah untuk cabai rawit per kilogram. Sedangkan, untuk cabai hijau sekarang hanya Rp15.000 per kilogram dari yang harga sewaktu lebaran mencapai Rp 25 ribu rupiah per kilogram. (kim)
FOTO : KIM ABDURROKHIM/RAKYAT CIREBON
TURUN.Berbeda dengan harga daging, harga sembako di pasar tradisional mengalami penurunan, kemarin.
Powered by Blogger.