***65 Ribu Lebih Warga Kabupaten Buta Aksara
SUMBER– Pemerintah Kabupaten Cirebon masih memiliki pekerjaan rumah dalam hal penanganan serta penuntasan kasus buta aksara.
Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan yang didapat dari Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 lalu, Kabupaten Cirebon masih menduduki peringkat ketiga tertinggi se-Jawa Barat setelah Kabupaten Inderamayu dan Bogor.
Program Bupati Cirebon Drs H Sunjaya Purwadisastra MM MSi dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masih terganjal jauh dari harapan dan hanya isapan jempol belaka.
“Untuk kota atau kabupaten se-Indonesia, Kabupaten Cirebon peringkat ke 11 tertinggi. Sedangkan untuk di Jawa Barat masih tertinggi ke 3 dan itu pada tahun 2013,” ujar Kepala Bidang Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (Paudni) pada Dinas Pendidikan, Hermana, kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (6/1).
Hermana menerangkan, data laporan dari provinsi Jawa Barat per tahun 2013. “Dan untuk Kabupaten Cirebon tercatat sebanyak 65.800-an orang yang masih menyandang kasus buta aksara. Melainkan untuk data akurasi tahun 2014 masih belum diperoleh karena masih menunggu data terbaru yang masih disusun oleh Bapeda dan BPS.
Penyebab tersendatnya data tersebut, diakui Hermana, diakbitakan oleh sejumlah kecamatan yang belum menyerahkan datanya seperti Kecamatan Arjawinangun, Panguragan, Greged, Palimanan, Suranegala, Sumber dan Dukupuntang.
Sedangkan untuk tim pendataan sendiri melibatkan dari tim penyusun yang diantaranya melibatkan dari PKBM dan Karang Taruna.
“Setelah kami lakukan konfirmasi pada 2 Januari ini, ternyata masih terdapat kendala teknis dilapangan terkait pendataan. Kami di Disdik sifatnya hanya pengguna data saja.
“Sebenarnnya tidak membutuhkan data melainkan by name by addres saja sehingga bisa langusung tertuju kepada sasaran,” tambanya.
Hermana berharap, dengan adanya data tersebut Disdik sendiri kedepanya bisa segera membuat program. “Untuk program di tahun 2015, kami telah mempersiapkan dan membentuk untuk mengajukan 554 kelompok warga binaan di masing-masing kecamatan yang anggotanya berisikan 10 orang. Sehingga totalnya bisa mencapai 5.000 warga binaan,” terangnya.
Selain itu, Hermana menambahkan, dalam pelatihan kepada warga binaan, pihaknya telah mempersiapkan tutor atau tenaga pengajar di setiap kelompok.
Untuk keanggotaan sendiri, lanjutnya, berdasarkan peraturan UU tahun 2013 Kementerian Pendidikan, mulai dari usia 15 hingga 59 tahun. “Untuk biaya yang dibutuhkan Rp3,7 juta per kelompoknya dan pembelajaran hanya membutuhkan 114 jam,” pungkasnya.
SUMBER– Pemerintah Kabupaten Cirebon masih memiliki pekerjaan rumah dalam hal penanganan serta penuntasan kasus buta aksara.
Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan yang didapat dari Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 lalu, Kabupaten Cirebon masih menduduki peringkat ketiga tertinggi se-Jawa Barat setelah Kabupaten Inderamayu dan Bogor.
Program Bupati Cirebon Drs H Sunjaya Purwadisastra MM MSi dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masih terganjal jauh dari harapan dan hanya isapan jempol belaka.
“Untuk kota atau kabupaten se-Indonesia, Kabupaten Cirebon peringkat ke 11 tertinggi. Sedangkan untuk di Jawa Barat masih tertinggi ke 3 dan itu pada tahun 2013,” ujar Kepala Bidang Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (Paudni) pada Dinas Pendidikan, Hermana, kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (6/1).
Hermana menerangkan, data laporan dari provinsi Jawa Barat per tahun 2013. “Dan untuk Kabupaten Cirebon tercatat sebanyak 65.800-an orang yang masih menyandang kasus buta aksara. Melainkan untuk data akurasi tahun 2014 masih belum diperoleh karena masih menunggu data terbaru yang masih disusun oleh Bapeda dan BPS.
Penyebab tersendatnya data tersebut, diakui Hermana, diakbitakan oleh sejumlah kecamatan yang belum menyerahkan datanya seperti Kecamatan Arjawinangun, Panguragan, Greged, Palimanan, Suranegala, Sumber dan Dukupuntang.
Sedangkan untuk tim pendataan sendiri melibatkan dari tim penyusun yang diantaranya melibatkan dari PKBM dan Karang Taruna.
“Setelah kami lakukan konfirmasi pada 2 Januari ini, ternyata masih terdapat kendala teknis dilapangan terkait pendataan. Kami di Disdik sifatnya hanya pengguna data saja.
“Sebenarnnya tidak membutuhkan data melainkan by name by addres saja sehingga bisa langusung tertuju kepada sasaran,” tambanya.
Hermana berharap, dengan adanya data tersebut Disdik sendiri kedepanya bisa segera membuat program. “Untuk program di tahun 2015, kami telah mempersiapkan dan membentuk untuk mengajukan 554 kelompok warga binaan di masing-masing kecamatan yang anggotanya berisikan 10 orang. Sehingga totalnya bisa mencapai 5.000 warga binaan,” terangnya.
Selain itu, Hermana menambahkan, dalam pelatihan kepada warga binaan, pihaknya telah mempersiapkan tutor atau tenaga pengajar di setiap kelompok.
Untuk keanggotaan sendiri, lanjutnya, berdasarkan peraturan UU tahun 2013 Kementerian Pendidikan, mulai dari usia 15 hingga 59 tahun. “Untuk biaya yang dibutuhkan Rp3,7 juta per kelompoknya dan pembelajaran hanya membutuhkan 114 jam,” pungkasnya.
0 comments:
Post a Comment