KUNINGAN - Pasca diberlakukanya PP 48 tahun 2014 tentang aturan biaya nikah sejak Juli 2014, membuat para penghulu tidak ada pemasukan. Agar tidak ada tindakan gratifikasi dari calon pengantin pemerintah mengeluarkan aturan baru yakni memberikan dana transport dan upah nikah bagi penghulu.
Namun sayangnya uang transport dan upah nikah belum di bayarkan oleh pemerintah seluruhnya. Sebagai bukti dana yang menjadi hak penghulu itu baru dibayarkan tiga bulan atau Juli-Oktober.
Sedangkan hak untuk bulan November dan Desember belum dibayarkan. Kondisi ini membuat para penghulu menderita karena mereka terpaksa menanggung sendiri uang tersebut.
“Dulu suka ada yang ngasih secara iklas, tapi setelah ada PP 48 saya takut. Makanya, mau tidak mau harus nguras dari gaji. Padahal, gaji sudah ada alokasi untuk kebutuhan, jika seperti ini terus saya tersiksa,” kata salah seorang penghulu yang tidak mau dikorankan namanya.
Menurutnya, bukan hanya pembayaran yang terlambat. Tapi, perhitungan uang transport yang dihitung adalah per hari bukan per catin. Uang transpor yang dihitung adalah Rp110 ribu/hari (belum dipotong pajak). Meski dalam sehari yang menikah ada 15 pasang tetap dihitung satu hari. Kondisi ini merugikan karena uang transport tidak sebanding dengan yang dikeluarkan.
“Nikah di Kuningan itu tidak tiap hari namun memilih tanggal bagus. Jadi, kalau ada satu catin nikah tiap hari biaya yang dianggaran sebesar itu sebanding, tapi kalau yang menikah banyak bisa-bisa gaji sebulan habis,” jelasnya.
Untuk itu ia berharap, pemerintah merevisi kebijakan tersebut dengan cara menghitung per catin. Dirinya yakin para atasan di Kemenang baik di daerah maupun di pusat bisa melakukan perbaikan demi kebaikan para penghulu.
“Kalau tidak ada perubahan para penghulu akan merasa berat karena gaji habis, terus uang yang menjadi hak dibayarkan terlambat terus,” sebutnya.
Sementara itu, Kepala Kemenag Kuningan H Udang Munawar melalui Kasi Bimas H Rohaedi membenarkan belum dibayarkan uang transport dan honor nikah. Dana yang belum dibayarkan untuk November sebesar Rp195 juta dan bulan Desember Rp107 juta.
Bukan hanya dana dua bulan itu lanjut dia, tapi juga dana kekurangan sisa yang belum dibayarakan dari Juli-Oktober yang besarannya Rp287 juta. Untuk uang upah nikah sendiri juga masih ada kekurangan sebesar Rp232 juta.
“Saya sudah katakan kepada penghulu dana itu pasti dibayar karena hak mereka. Pokoknya jangan khawatir dana itu pasti dibayar pada tahun 2015,” terangnya.
Rohedi sangat memahami keluhan penghulu karena pernah merasakan bagaimana kondisi di lapangan. Namun, bukan berarti pihak kemenag tidak akan memperhatikan.
Pihaknya sudah mengajukan pada tahun 2015, perhitungan di rubah menjadi per catin bukan per hari. Ia yakin hal ini bisa perhatikan oleh pemerintah dan merevisi aturan.
“Sekarang tinggal bekerja sebaik mungkin dan kami tengah berusaha. Kondisi ini dirasakan bukan oleh penghulu Kuningan tapi semuanya se-Indonesia. Adapun jumlah penghulu ada 42 orang,” pungkasnya.
Namun sayangnya uang transport dan upah nikah belum di bayarkan oleh pemerintah seluruhnya. Sebagai bukti dana yang menjadi hak penghulu itu baru dibayarkan tiga bulan atau Juli-Oktober.
Sedangkan hak untuk bulan November dan Desember belum dibayarkan. Kondisi ini membuat para penghulu menderita karena mereka terpaksa menanggung sendiri uang tersebut.
“Dulu suka ada yang ngasih secara iklas, tapi setelah ada PP 48 saya takut. Makanya, mau tidak mau harus nguras dari gaji. Padahal, gaji sudah ada alokasi untuk kebutuhan, jika seperti ini terus saya tersiksa,” kata salah seorang penghulu yang tidak mau dikorankan namanya.
Menurutnya, bukan hanya pembayaran yang terlambat. Tapi, perhitungan uang transport yang dihitung adalah per hari bukan per catin. Uang transpor yang dihitung adalah Rp110 ribu/hari (belum dipotong pajak). Meski dalam sehari yang menikah ada 15 pasang tetap dihitung satu hari. Kondisi ini merugikan karena uang transport tidak sebanding dengan yang dikeluarkan.
“Nikah di Kuningan itu tidak tiap hari namun memilih tanggal bagus. Jadi, kalau ada satu catin nikah tiap hari biaya yang dianggaran sebesar itu sebanding, tapi kalau yang menikah banyak bisa-bisa gaji sebulan habis,” jelasnya.
Untuk itu ia berharap, pemerintah merevisi kebijakan tersebut dengan cara menghitung per catin. Dirinya yakin para atasan di Kemenang baik di daerah maupun di pusat bisa melakukan perbaikan demi kebaikan para penghulu.
“Kalau tidak ada perubahan para penghulu akan merasa berat karena gaji habis, terus uang yang menjadi hak dibayarkan terlambat terus,” sebutnya.
Sementara itu, Kepala Kemenag Kuningan H Udang Munawar melalui Kasi Bimas H Rohaedi membenarkan belum dibayarkan uang transport dan honor nikah. Dana yang belum dibayarkan untuk November sebesar Rp195 juta dan bulan Desember Rp107 juta.
Bukan hanya dana dua bulan itu lanjut dia, tapi juga dana kekurangan sisa yang belum dibayarakan dari Juli-Oktober yang besarannya Rp287 juta. Untuk uang upah nikah sendiri juga masih ada kekurangan sebesar Rp232 juta.
“Saya sudah katakan kepada penghulu dana itu pasti dibayar karena hak mereka. Pokoknya jangan khawatir dana itu pasti dibayar pada tahun 2015,” terangnya.
Rohedi sangat memahami keluhan penghulu karena pernah merasakan bagaimana kondisi di lapangan. Namun, bukan berarti pihak kemenag tidak akan memperhatikan.
Pihaknya sudah mengajukan pada tahun 2015, perhitungan di rubah menjadi per catin bukan per hari. Ia yakin hal ini bisa perhatikan oleh pemerintah dan merevisi aturan.
“Sekarang tinggal bekerja sebaik mungkin dan kami tengah berusaha. Kondisi ini dirasakan bukan oleh penghulu Kuningan tapi semuanya se-Indonesia. Adapun jumlah penghulu ada 42 orang,” pungkasnya.
0 comments:
Post a Comment