** Rumah Sakit Harus Steril dari Dugaan Penyalahgunaan Narkoba
MAJALENGKA - Pasca pemecatan 6 karyawan RSUD Majalengka yang diduga positif menggunakan narkoba, sejumlah LSM ramai-ramai meminta dan mendesak pihak rumah sakit untuk melakukan tes urin.
Hal ini tanpa kecuali, guna memastikan lingkungan RSUD steril dari jerat penyalahgunaan narkoba. Sehingga public juga mengetahui secara utuh akan dugaan-dugaan yang ada.
Diungkapkan Ketua LSM Forum Masyarakat Sehat (Format) Majalengka, Uju Juhara SPd yang meminta kepada pihak Dirut RSUD Majalengka untuk segera melakukan tes urin bagi seluruh karyawanya. Hal ini, kata dia, guna mencegah adanya karyawan di RSUD yang terlibat dengan narkotika,sekaligus untuk menjamin kenyamanan dan keselamatan para pasien yang dirawat.
“Bagaimana mungkin pelayanan medis bisa dilakukan secara maksimal, baik dan sesuai. Kalau ternyata ada karyawanya yang di duga menggunakan narkoba, masa pasien harus diobati oleh orang yang sakaw atau mabuk narkoba kan gak bener itu,” ucapnya.
Serupa dengan Uju, Ketua YLBKM Majalengka, Dede Aryana SH juga sama meminta dan mendesak agar pelaksanaan tes urin di percepat. Tentunya hal tersebut guna mencegah adanya dugaan karyawan lainya yang terjerat narkoba yang berupaya menghilangkan barang bukti.
“Pelaksanaan tes urin harus segera mungkin dan dilakukan secara serentak tanpa terkecuali,” pintanya.
Bahkan lebih tegas LSM Gerbang Sindangkasih, Fauzi Purnama menuding RSUD Majalengka selama ini justru dijadikan gudang narkoba. Dikatakan dia, seharunya sesuai peran dan fungsinya rumah sakit merupakan tempat untuk merawat dan melakukan tindakan medis guna mengobati orang-orang yang sakit, agar bias sembuh. Namun sayangnya kata dia justru sebaliknya kini RSUD Majalengka tercoreng dengan aksi pemecatan 6 karyawannya yang diduga positif menggunakan Narkoba. Sehingga sebut dia, muncul kesan selama ini RSUD Majalengka kerap dijadikan tempat transaksi maupun pesta narkoba.
“Oleh karena itu kami dari LSM gerbang Sindangkasih, mengeluarkan 4 pernyataan resmi, yang pertama adalah meminta pihak Kejaksaan Negeri Majalengka untuk segera menindak tegas munculnya dugaan korupsi dalam pembangunan RSUD, yang kedua kami meminta semua pegawai di RSUD tidak terkecuali untuk segera dilakukan tes urin dan yang ketiga segera lakukan reformasi birokrasi di lingkungan RSUD dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan yang terakhir kami meminta tangkap dan adili segera oknum RSUD yang menyengsarakan masyarakat,” tegasnya kepada Raja, kemarin (18/1) melalui surat resminya.
Mengenai dugaan korupsi kata dia, pihaknya mengaku mencurigai adanya ketidak beresan dalam kegiatan pembangunan ruangan di RSUD Majalengka senilai Rp 6,7M pada tahun 2014, sehingga sudah sangat layak untuk diselidiki terkait adanya dugaan korupsi tersebut.
Sementara itu sebelumnya, Direktur RSUD Majalengka, Asep Suandi mengatakan, pihaknya sama sekali tidak merekomendasikan pemecatan, pihaknya hanya mengkonsultasikan kepada pihak BKD supaya pegawai dengan pelanggaran seperti itu disikapi serius. Pihaknya juga membantah dan tidak mau bahwa di RSUD yang dipimpinnya itu, merupakan gerbong narkoba.
"Kami, khususnya saya tidak merekomendasikan pemecatan. Kami hanya melaporkan bahwa ada pegawai yang mengkonsumsi sejenis obat bius, sebetulnya untuk proses pembinaan juga seperti rehabilitasi. Kami tidak mau di cap sebagai gerbong narkoba, kami justru ingin kerjasama dengan kepolisian. Kami pun justru kalau ada pihak kepolisian yang mau menindaklanjuti, kami silakan silakan saja," ungkapnya.
Adapun mengenai pembangunan gedung, kata Asep, hal itu sesuai dengan kesepakatan kontraktor, bahwa bila nanti tidak sesuai dengan perjanjian. Maka uangnya dikembalikan kepada kas negara. Sementara dari sisi pengawasan obat pihak rumah sakit mengklaim sudah sesuai prosedur.
"Mengenai tuduhan korupsi itu kami pun takut diperiksa oleh badan pemeriksa keuangan, kami tidak mau korupsi, makanya kami tetap transparan, tetapi jika ingin melihat DPA anggaran silakan minta izin beliau (Bupati, red) kami belum bisa memberikan data anggaran tersebut. DPA bagian dari pemkab, saya bagian dari pemkab. Kalau misalnya kata beliau tidak bisa, ya mohon maaf, kalau iya silakan, saya pasti menuruti," ujarnya.
MAJALENGKA - Pasca pemecatan 6 karyawan RSUD Majalengka yang diduga positif menggunakan narkoba, sejumlah LSM ramai-ramai meminta dan mendesak pihak rumah sakit untuk melakukan tes urin.
Hal ini tanpa kecuali, guna memastikan lingkungan RSUD steril dari jerat penyalahgunaan narkoba. Sehingga public juga mengetahui secara utuh akan dugaan-dugaan yang ada.
Diungkapkan Ketua LSM Forum Masyarakat Sehat (Format) Majalengka, Uju Juhara SPd yang meminta kepada pihak Dirut RSUD Majalengka untuk segera melakukan tes urin bagi seluruh karyawanya. Hal ini, kata dia, guna mencegah adanya karyawan di RSUD yang terlibat dengan narkotika,sekaligus untuk menjamin kenyamanan dan keselamatan para pasien yang dirawat.
“Bagaimana mungkin pelayanan medis bisa dilakukan secara maksimal, baik dan sesuai. Kalau ternyata ada karyawanya yang di duga menggunakan narkoba, masa pasien harus diobati oleh orang yang sakaw atau mabuk narkoba kan gak bener itu,” ucapnya.
Serupa dengan Uju, Ketua YLBKM Majalengka, Dede Aryana SH juga sama meminta dan mendesak agar pelaksanaan tes urin di percepat. Tentunya hal tersebut guna mencegah adanya dugaan karyawan lainya yang terjerat narkoba yang berupaya menghilangkan barang bukti.
“Pelaksanaan tes urin harus segera mungkin dan dilakukan secara serentak tanpa terkecuali,” pintanya.
Bahkan lebih tegas LSM Gerbang Sindangkasih, Fauzi Purnama menuding RSUD Majalengka selama ini justru dijadikan gudang narkoba. Dikatakan dia, seharunya sesuai peran dan fungsinya rumah sakit merupakan tempat untuk merawat dan melakukan tindakan medis guna mengobati orang-orang yang sakit, agar bias sembuh. Namun sayangnya kata dia justru sebaliknya kini RSUD Majalengka tercoreng dengan aksi pemecatan 6 karyawannya yang diduga positif menggunakan Narkoba. Sehingga sebut dia, muncul kesan selama ini RSUD Majalengka kerap dijadikan tempat transaksi maupun pesta narkoba.
“Oleh karena itu kami dari LSM gerbang Sindangkasih, mengeluarkan 4 pernyataan resmi, yang pertama adalah meminta pihak Kejaksaan Negeri Majalengka untuk segera menindak tegas munculnya dugaan korupsi dalam pembangunan RSUD, yang kedua kami meminta semua pegawai di RSUD tidak terkecuali untuk segera dilakukan tes urin dan yang ketiga segera lakukan reformasi birokrasi di lingkungan RSUD dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan yang terakhir kami meminta tangkap dan adili segera oknum RSUD yang menyengsarakan masyarakat,” tegasnya kepada Raja, kemarin (18/1) melalui surat resminya.
Mengenai dugaan korupsi kata dia, pihaknya mengaku mencurigai adanya ketidak beresan dalam kegiatan pembangunan ruangan di RSUD Majalengka senilai Rp 6,7M pada tahun 2014, sehingga sudah sangat layak untuk diselidiki terkait adanya dugaan korupsi tersebut.
Sementara itu sebelumnya, Direktur RSUD Majalengka, Asep Suandi mengatakan, pihaknya sama sekali tidak merekomendasikan pemecatan, pihaknya hanya mengkonsultasikan kepada pihak BKD supaya pegawai dengan pelanggaran seperti itu disikapi serius. Pihaknya juga membantah dan tidak mau bahwa di RSUD yang dipimpinnya itu, merupakan gerbong narkoba.
"Kami, khususnya saya tidak merekomendasikan pemecatan. Kami hanya melaporkan bahwa ada pegawai yang mengkonsumsi sejenis obat bius, sebetulnya untuk proses pembinaan juga seperti rehabilitasi. Kami tidak mau di cap sebagai gerbong narkoba, kami justru ingin kerjasama dengan kepolisian. Kami pun justru kalau ada pihak kepolisian yang mau menindaklanjuti, kami silakan silakan saja," ungkapnya.
Adapun mengenai pembangunan gedung, kata Asep, hal itu sesuai dengan kesepakatan kontraktor, bahwa bila nanti tidak sesuai dengan perjanjian. Maka uangnya dikembalikan kepada kas negara. Sementara dari sisi pengawasan obat pihak rumah sakit mengklaim sudah sesuai prosedur.
"Mengenai tuduhan korupsi itu kami pun takut diperiksa oleh badan pemeriksa keuangan, kami tidak mau korupsi, makanya kami tetap transparan, tetapi jika ingin melihat DPA anggaran silakan minta izin beliau (Bupati, red) kami belum bisa memberikan data anggaran tersebut. DPA bagian dari pemkab, saya bagian dari pemkab. Kalau misalnya kata beliau tidak bisa, ya mohon maaf, kalau iya silakan, saya pasti menuruti," ujarnya.
0 comments:
Post a Comment